Penanganan Daging
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Makalah ini telah kami
susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bogor, Januari 2018
Penulis
PENDAHULUAN
Daging adalah salah satu pangan asal
hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan
manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging
(segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa
komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging.
Oleh sebab itu, daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak
(perishable food).
Salah satu
tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai
penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini
hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke
daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama
pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan hewan dan daging di RPH
yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan
keamanan daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu
dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai
penerapan sistem produk safety pada RPH. Aspek yang perlu diperhatikan dalam
sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan.
Tujuan yang ingin dicapai agar
mahasiswa mengetahui proses penanganan daging
TINJAUAN PUSTAKA
Daging sapi (beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang biasa dan
umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan.
Kadar Air pada Daging
Air dalam bahan pangan berperan
sebagai pelarut dari beberapa komponen, di samping ikut sebagai bahan pereaksi,
sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air
bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan dan pengeringan,
sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut.
Air dapat terikat secara fisik,
yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain
kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi. Air yang diikat dalam
daging dapat dibagi dalam tiga komponen, yaitu air yang terikat secara kimiawi
oleh protein daging sebesar 4 – 5% yang merupakan lapisan monomolekuler
pertama. Lapisan kedua adalah air yang terikat agak lemah dari molekul air
terhadap kelompok hidrofilik yakni sebesar 4%. Lapisan ketiga merupakan air
bebas yang terdapat di antara molekul-molekul protein yang memiliki jumlah
terbanyak. Kadar air dalam daging berkisar antara 60–70% dan apabila bahan
(daging) mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu
antara kisaran 15 – 50% maka bahan (daging) tersebut dapat tahan lama selama
penyimpanan (Prabu, 2009).
Kadar pH pada Daging Sapi
Pada hewan potong, pH daging sesudah
disembelih berkisar antara 6.7 – 8. Pada daging sapi dalam waktu 25 jam sesudah
dipotong terjadi penurunan pH hingga 5.6 – 5.8 di dalam semua otot-otot
(Resang, 1982). Buckle et al (1985) menyatakan bahwa pH rendah
berada sekitar 5.1 – 6.1 menyebabkan daging mempunyai struktur terbuka,
sedangkan pH tinggiberada sekitar 6.2 – 7.2 menyebabkan daging pada tahap akhir
akan mempunyai struktur yang tertutup atau padat dan lebih memungkinkan untuk
perkembangan mikroorganisme. Pemberian istirahat yang cukup pada ternak sebelum
dipotong atau pemberian gula dalam pakan atau air minum dapat membangun glikogen
urat daging, dapat memberikan pH akhir yang lebih rendah sehingga daya
simpannya meningkat. Selanjutnya Soeparno (1994) menambahkan bahwa untuk produk
awetan daging kering seperti dendeng yang mempunyai kadar air 15 – 20% pH-nya
berkisar antara 4.5 – 5.1.
Soputan (2000) menyatakan nilai pH
dendeng sapi giling lebih tinggi dari nilai pH dendeng daging sapi iris. Lebih
tingginya nilai pH dendeng daging sapi giling disebabkan pengaruh pencampuran
bumbu yang lebih sempurna pada daging sapi giling. Selanjutnya dinyatakan
lamanya waktu penyimpanan pada suhu kamar menaikkan pH dendeng daging sapi.
Naiknya nilai pH dendeng selama periode penyimpanan pada suhu kamar karena air
yang terikat pada protein sudah mulai keluar sehingga jumlah air bebasnya
meningkat yang berarti kondisi daging menjadi alkalis dan pH-nya naik (Soputan,
2000).
Mikroorganisme pada Daging
Menurut Frazier (1997), mikroorganisme yang terdapat
dalam daging adalah khamir (yeast), jamur benang (mold), dan
bakteri yang dapat merugikan atau membahayakan manusia yang mengkonsumsinya.
Mikroorganisme yang merusak daging berdasarkan dari ternak hidup yang
terinfeksi dan terkontaminasi. Awal kontaminasi pada daging berasal dari
mikroroganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan jika
alat-alat yang digunakan untuk mengeluarkan darah tidak steril.
Pembusukan daging disebabkan antara lain adanya penguraian bahan-bahan organik
oleh bakteri-bakteri yang menghasilkan gas dan bau busuk. Kerusakan bahan pangan
dapat disertai dengan perubahan komposisi. Proses dekomposisi daging dimulai
setelah hewan mati. Jaringan-jaringan tersebut tidak begitu tahan lama terhadap
kegiatan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kerusakan daging. Jamur dan
bakteri dapat menguraikan karbohidrat, protein, dan lemak menjadi komponen yang
lebih sederhana. Daging mulai membusuk apabila koloni bakteri sudah mencapai
jumlah lebih dari 5 x 106 koloni bakteri per gram. Daging sapi bagian paha
dalam keadaan segar mempunyai jumlah koloni bakteri log x sama dengan 5.98.
Total jamur untuk bahan pangan tidak boleh lebih dari 104 – 107, selebihnya
tidak memenuhi syarat. Setiap mikroba mempunyai suhu maksimal, optimal, dan
juga minimal untuk pertumbuhannya. Suhu ketika suatu bahan makanan disimpan sangat
besar pengaruhnya terhadap jenis mikroba yang dapat tumbuh serta kecepatannya
untuk pertumbuhan. Jamur dapat tumbuh pada suhu 25 – 37 0C dan
di atas 37 0C. (Anonim, 20
Teknik
Pemotongan pada Sapi Pengistirahatan
Ternak
Potongan
pada Karkas Sapi
Penilaian
Karkas Sapi
Pengangkutan
Daging
Ternak sebelum disembelih sebaiknya
dipuasakan dahulu selama 12 sampai 24 jam. Ternak diistirahatkan mempunyai
maksud agar ternak tidak stres, darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup
tersedia energi agar proses rigormortis berjalan sempurna (Soeparno, 1992).
Pengistirahatan ternak penting karena ternak yang habis dipekerjakan jika
langsung disembelih tanpa pengistirahatan akan menghasilkan daging yang
berwarna gelap yang biasa disebut dark cutting meat, karena ternak mengalami
stress (Beef Stress Syndrome), sehingga sekresi hormon adrenalin meningkat yang
akan menggangu metabolisme glikogen pada otot (Smith et al., 1978).
Pengistirahatan ternak dapat
dilaksanakan dengan pemuasaan atau tanpa pemuasaan. Pengistirahatan dengan
pemuasaan mempunyai maksud untuk memperoleh berat tubuh kososng (BTK = bobot
tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan isi
saluran empedu) dan mempermudah proses penyembelihan bagi ternak agresif dan
liar. Pengistirahatan tanpa pemuasaan bermaksud agar ketika disembelih darah dapat
keluar sebanyak mungkin dan ternak tidak mengalami stress (Soeparno, 1992).
Pada saat ternak diistirahatkan juga
dilaksanakan pemeriksaan sebelum penyembelihan (antemortem), yang meliputi
kesehatan ternak, cidera atau tidaknya ternak dan bunting atau tidaknya ternak
(Manual Kesmavet, 1992).
Pemeriksaan antemortem adalah
pemeriksaan yang dilakukan sebelum hewan disembelih. Petugas pemeriksaan
antemortem adalah dokter hewan. Dokter hewan inilah yang berhak menentukan
apakah hewan dapat dipotong atau tidak. Pemeriksaan antemortem adalah
pemeriksaan hewan sebelum disembelih. Adapun tujuan pemeriksaan antemortem
antara lain :
a. Memperoleh
ternak yang cukup sehat.
b. Menghindari
pemotongan hewan yang sakit/abnormal.
c. Mencegah
atau meminimalkan kontaminasi pada alat, pegawai dan karkas.
d. Sebagai
bahan informasi bagi pemeriksaan postmortem.
e. Mencegah
penyebaran penyakit zoonosis.
f. Mengawasi
penyakit tertentu sesuai dengan undang-undang. (Anonim, 2009).
Prosessing Karkas Sapi
Setelah sapi lolos pada pemeriksaan
pre-mortem oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk, melalui proses
regristasi dan dinyatakan memenuhi syarat, maka sapi dibawa masuk ke ruang
persiapan penyembelihan untuk melalui prosesing penyembelihan (Manual Kesmavet,
1992).
1. Pemingsanan (Stunning)
Pemingsanan
dilaksanakan dengan alasan untuk keamanan, menghilangkan rasa sakit sesedikit
mungkin pada ternak (Blakely dan Bade, 1992), memudahkan pelaksanaan
penyembelihan dan kualitas kulit dan karkas yang dihasilkan lebih baik
(Soeparno, 1992).
Pemingsanan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu dengan alat pemingsan knocker, senjata pemingsan stunning
gun, pembiusan dan arus listrik (Soeparno, 1992). Alat yang sering digunakan
adalah captive bolt, yaitu suatu tongkat berbentuk silinder selongsong kosong
yang mempunyai muatan eksplosif yang ditembakkan oleh suatu tekanan pada kepala
sapi (Blakely dan Bade, 1992).
Alat pemingsan diarahkan pada bagian
titik tengan tulang kening kepala sapi sedikit dia atas antara kedua kelopak
mata, sehingga peluru diarahkan pada bagian otak. Peluru yang ditembakkan akan
mengenai otak dengan kecepatan tinggi, sehingga sapi menjadi pingsan (Soeparno,
1992).
2. Penyembelihan
Penyembelihan hewan potong di
Indonesia harus menggunakan metode secara Islam (Manual Kesmavet, 1992). Hewan
yang disembelih harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan menurut
syariah. Penyembelihan dilaksanakan dengan memotong mari’ (kerongkongan),
hulqum (jalan pernapasan) dan dua urat darah pada leher (Nuhriawangsa, 1999).
Hewan yang telah pingsan diangkat
pada bagian kaki belakang dan digantung (Blakely dan Bade, 1992). Pisau
pemotongan diletakkan 45 derajat pada bagian brisket (Smith et al., 1978),
dilakukan penyembelihan oleh modin dan dilakukan bleeding, yaitu menusukan
pisau pada leher kearah jantung (Soeparno, 1992).
Posisi ternak yang menggantung
menyebabkan darah keluar dengan sempurna (Blakely dan Bade, 1992).
3. Pengulitan
Pengulitan dimulai setelah dilakukan
pemotongan kepala dan ke empat bagian kaki bawah (Smith et al., 1978). Pengulitan
bisa dilakukan di lantai, digantung dan menggunakan mesin (Soeparno, 1992).
Pengulitan
diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada
dan bagian perut. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam kaki, dan kulit
dipisahkan mulai dari ventral ke arah punggung tubuh (Soeparno, 1992) dan
diakhiri dengan pemotongan ekor (Smith et al., 1978).
4. Eviserasi
Menurut Smith et al. (1978) proses
eviserasi bertujuan untuk mengeluarkan organ pencernaan (rumen, intestinum,
hati, empedu) dan isi rongga dada (jantung, eshophagus, paru, trachea).
Tahap-tahap eviserasi menurut
Soeparno (1992) dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:
1. Rongga dada
dibuka dengan gergaji melalui ventral tengah tulang dada.
2. Rongga
abdominal dibuka dengan membuat sayatan sepanjang ventral tengah abdominal.
3. Memisahkan
penis atau jaringan ambing dan lemak abdominal.
4. Belah
bonggol pelvic dan pisahkan kedua tulang pelvic.
5. Buat irisan
sekitar anus dan tutup dengan kantung plastik.
6. Pisahkan
eshophagus dari trakhea.
7. Keluarkan
kandung kencing dan uterus jika ada.
8. Keluarkan
organ perut yang terdiri dari intestinum, mesenterium, rumen dan bagian lain
dari lambung serta hati dan empedu.
9. Diafragma
dibuka dan keluarkan organ dada (pluck) yang terdiri dari jantung, paru-paru
dan trakhea.
Organ ginjal
tetap ditinggal di dalam badan dan menjadi bagian dari karkas. Eviserasi
dilanjutkan dengan pemeriksaan organ dada (Smith et al., 1978), organ perut dan
karkas untuk mengetahui apakah karkas diterima atau ditolak untuk dikonsumsi
manusia (Blakely dan Bade, 1992).
5. Pembelahan
Pembelahan dilaksanakan dengan
membagi karkas menjadi dua bagian sebelah kanan dan kiri dengan menggunakan
gergaji tepat pada garis tengah punggung. Karkas dirapikan dengan melakukan
pemotongan pada bagian-bagian yang kurang bermanfaat dan ditimbang untuk
memperoleh berat karkas segar (Soeparno, 1992). Pemotongan dilaksanakan untuk
menghilangkan sisa-sisa jaringan kulit, bekas memar, rambut dan sisa kotoran
yang ada (Smith et al., 1978).
Karkas agar lebih baik kualitasnya,
maka disemprot air dengan tekanan tinggi dan dilanjutkan dengan dicuci air
hangat yang dicampur garam (Smith et al., 1978), dan dibungkus dengan kain
putih untuk merapikan lemak subkutan (Soeparno, 1992).
6. Pendinginan / Pelayuan
Karkas ditimbang diberi label dan
disimpan pada suhu 28 sampai 32oF pada ruang pendingin agar dingin dengan
berkurangnya panas tubuh dengan waktu 12 sampai 24 jam. Karkas kemudian
dimasukan dalam ruang pendingin dengan suhu 32 sampai 34oF untuk penyimpanan
berikutnya (Smith et al., 1978).
Pendinginan dilakukan pada suhu 2oC
selama 24 jam untuk persiapan pemeriksaan kualitas karkas (grading). Karkas
disayat pada posisi antara tulang rusuk ke-12 dan ke-13 untuk membuka loin eye,
dan dilakukan penilaian untuk menentukan grade karkas.
Menurut Soeparno (1992) potongan
primal karkas sapi dari potongan setengah dibagi lagi mennjadi potongan
seperempat, yang meliputi:
Potongan
seperempat bagian depan yang terdiri dari bahu (chuck) termasuk leher, rusuk,
paha depan, dada (breast) yang terbagi menjadi dua, yaitu dada depan (brisket)
dan dada belakang (plate).
Bagian
seperempat belakang yang terdiri dari paha (round), dan paha atas (rump), loin
yang terdiri sirloin dan shortloin, flank beserta ginjal dan lemak yang
menyeliputinya.
Pemisahan
bagian karkas seperempat depan dan seperempat belakang dilakukan diantara rusuk
12 dan 13 (rusuk terakhir diikutkan pada seperempat belakang). Cara pemotongan
primal karkas adalah sebagai berikut: hitung tujuh vertebral centra kearah
depan (posisi karkas tergantung ke bawah), dari perhubungan sacralumbar. Potong
tegak lurus vertebral column dengan gergaji. Pisahkan bagian seperempat depan
dari seperempat belakang dengan pemotongan melalui otot-otot intercostals dan
abdominal mengikuti bentuk melengkung dari rusuk ke-12. Pisahkan bagian bahu
dari rusuk dengan memotong tegak lurus melalui vertebral column dan otot-otot
intercostals atau antara rusuk ke-5 dan ke-6. Pisahkan rusuk dari dada belakang
dengan membuat potongan dari anterior ke posterior. Pisahkan bahu dari dada
depan dengan memotong tegak lurus rusuk ke-5, kira-kira arah proksimal terhadap
tulang siku (olecranon). Paha depan juga dapat dipisahkan (Soeparno, 1992).
Cara
pemotongan primal karkas seperempat belakang diawali dengan memisahkan ekses
lemak dekat pubis dan bagian posterior otot abdomianal. Pisahkan flank dengan
memotong dari ujung distal tensor fascialata, anterior dari rectus femoris ke
arah rusuk ke-13 (kira-kira 20 cm dari vertebral column). Pisahkan bagian paha
dari paha atas dengan memotong melalui bagian distal terhadap ichium kira-kira
berjarak 1 cm, sampai bagian kepala dari femur. Pisahkan paha atas dari sirloin
dengan potongan melewati antara vertebral sacral ke-4 dan ke-5 dan berakhir
pada bagian ventral terhadap acetabulum pelvis. Sirloin dipisahkan dari
shortloin dengan suatu potongan tegak lurus terhadap vertebral column dan
melalui vertebral lumbar antara lumbar ke-5 dan ke-6 (Soeparnpo, 1992).
Penetapan peringkat karkas sapi
ditetapkan berdasarkan pada kualitas dan palatabilitas daging dan jumlah atau
hasil potongan-potongan dagingnya (Blakely dan Bade, 1992). Peringkat kualitas
karkas menurut USDA terdiri dari Prime, Choice, Good, Standart, Commercial, Utility
dan Cutter. Penilaian karkas menurut USDA juga bisa didasarkan pada nilai
perdagingan karkas (Yield grade) dengan nilai 1 sampai 5 (Smith et al.,
1978).
Penilaian karkas menurut USDA
(United State Departement of Agriculture) didasarkan pada:
ü Kualitas karkas
(carcass quality) dengan melihat kedewasaan ternak (umur ketika dipotong),
susunan daging, tekstur daging dan perlemakan marbling.
ü Potongan-potongan
daging (cutability) dengan melihat berat karkas, luas area ribeye, jumlah
persentase lemak internal dan ketebalan lemak eksternal (Smith et al., 1978).
Kedewasaan ternak diukur berdasarkan
bentuk dan proses penulangan serta warna dan tekstur daging tak berlemak.
Perlemakan dengan melihat penyebaran lemak di dalam otot pada lokasi antara
tulang rusuk ke-12 dan ke-13. Tekstur dan warna daging tidak berlemak juga
ditentukan nilainya pada tulang rusuk ke-12 dan ke-13 (Blakely dan Bade, 1992).
Penentuan warna daging, kekerasan daging, tekstur daging, jumlah marbling,
distribusi marbling dan tektur marbling dengan menggunakan angka skor 1 sampai
8 dengan keterangan tertentu (Smith et al., 1978).
Berat karkas ditentukan dengan
menimbang berat karkas segar atau karkas beku yang dikalikan 102%. Ketebalan
lemak eksternal diukur dengan melihat ketebalan lemak pada daging ribeye
(Gambar 17). Luas area ribeye dengan mengukur luas penampang daging pada ribeye
dengan menempelkan pada plastik dengan skala kotak-kotam 0,1 inci (Gambar 8).
Presentase lemak internal dengan melihat jumlah lemak ginjal, pelvis dan
jantung pada berat karkas segar dikalikan 100% (Smith et al., 1978).
Nilai perdagingan karkas (Yield
grade) dihitung dengan menggunakan persamaan menurut USDA, yaitu: 2,50 + (2,50
x tebal lemak punggung dalam inci) + (0,20 x % lemak internal) + (0,0038 x
berat karkas dalam lbs) – (0,32 x luas area LD atau ribeye dalam inci2). Hasil
perhitungan dibulatkan ke bawah, misal 1,69 dibulatkan menjadi 1,0, nilai
tersebut menunjukkan peringkat Yield grade (Swatland, 1984).
Saat pengangkutan, daging segar harus
tetap dijaga dalam kondisi dingin. Kondisi karkas harus bersih, digantung dan
didinginkan hingga 0° C sesaat sebelum pengangkutan. Kendaraan tidak boleh
mengangkut barang lain selain daging segar tersebut. Pendinginan bisa berasal
dari injeksi nitrogen cair (N2) maupun carbon-dioxide (CO2) yang di
pancarkan dari kompartemen tertentu (FAO, 1991).
Abuska (2006) melaporkan
praktek-praktek yang serupa di Kabupaten Garu-Tempane, transportasi dari RPH
menuju tempat penjualan dengan menggunakan sepeda motor dan sepeda (33%). Cara
lainnya dengan kendaraan truk, sepeda motor, sepeda, dan dipanggul bahu oleh
penjual daging. Sepeda, baskom dan truk terutama selalu terlihat bekas noda
darah dari daging sebelum diangkut, dan inilah berpotensi kontaminasi daging segar.
Metode yang paling umum untuk mencegah kontaminasi daging dengan menggunakan
polietilen (46%) untuk menutupi daging.Praktek ini sudah umum dilakukan selama
periode cuaca dingin. Metode lain untuk mencegah kontaminasi daging daging
menutupi dengan karung pupuk yang digunakan (32%), membakar asap dan panas akan
mengusir lalat (6%), meliputi daging dengan dokumen semen yang digunakan (6%)
dan menutupi dengan lembaran polietilen dan tas yang digunakan pupuk (10%).
Ditemukan bahwa bahan yang sama digunakan setiap hari tanpa pembersihan yang
tepat. Bahan-bahan ini selalu terlihat dengan noda darah penggunaan sebelumnya
dan, oleh karena itu, bukannya mencegah kontaminasi, bahkan sangat potensial
menjadi sumber kontaminan.
Penyimpanan
Daging
Daging segar rentan
terkontaminasi bakteri penyebab kerusakan. Kadar air yang tinggi serta
kandungan gizi lengkap di dalamnya memang menjadi media ‘lezat’ untuk
pertumbuhan mikroba. Karenanya, jangan biarkan daging sapi segar berada di suhu
ruang selama lebih dari 2 jam.
Bekukan daging sapi untuk
memperpanjang umur simpannya. Sebelumnya, potong-potong daging dalam porsi
sekali masak, lalu masukkan ke dalam plastik atau wadah tertutup rapat. Simpan
dalam freezer atau lemari es bagian daging (chiller). Tujuannya, agar daging
tidak kehilangan nilai gizinya akibat terlalu sering keluar-masuk lemari
pendingin.
PENUTUP
Daging segar rentan
terkontaminasi bakteri penyebab kerusakan. Kadar air yang tinggi serta
kandungan gizi lengkap di dalamnya memang menjadi media ‘lezat’ untuk
pertumbuhan mikroba. Karenanya, jangan biarkan daging sapi segar berada di suhu
ruang selama lebih dari 2 jam.
Bekukan daging sapi untuk
memperpanjang umur simpannya. Sebelumnya, potong-potong daging dalam porsi
sekali masak, lalu masukkan ke dalam plastik atau wadah tertutup rapat. Simpan
dalam freezer atau lemari es bagian daging (chiller). Tujuannya, agar daging
tidak kehilangan nilai gizinya akibat terlalu sering keluar-masuk lemari
pendingin.
Saat pengangkutan,
daging segar harus tetap dijaga dalam kondisi dingin. Kondisi karkas harus
bersih, digantung dan didinginkan hingga 0° C sesaat sebelum pengangkutan.
Kendaraan tidak boleh mengangkut barang lain selain daging segar tersebut.
Pendinginan bisa berasal dari injeksi nitrogen cair (N2) maupun carbon-dioxide
(CO2) yang di pancarkan dari kompartemen tertentu (FAO, 1991)
Komentar
Posting Komentar