Penanganan Daging


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini  tepat pada waktunya.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bogor, Januari 2018
 Penulis




PENDAHULUAN

Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Oleh sebab itu, daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food).
Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai penerapan sistem produk safety pada RPH. Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan.

Tujuan yang ingin dicapai agar mahasiswa mengetahui proses penanganan daging

TINJAUAN PUSTAKA

Daging sapi (beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan.
 
Kadar Air pada Daging
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen, di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan dan pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut.
Air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi. Air yang diikat dalam daging dapat dibagi dalam tiga komponen, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein daging sebesar 4 – 5% yang merupakan lapisan monomolekuler pertama. Lapisan kedua adalah air yang terikat agak lemah dari molekul air terhadap kelompok hidrofilik yakni sebesar 4%. Lapisan ketiga merupakan air bebas yang terdapat di antara molekul-molekul protein yang memiliki jumlah terbanyak. Kadar air dalam daging berkisar antara 60–70% dan apabila bahan (daging) mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu antara kisaran 15 – 50% maka bahan (daging) tersebut dapat tahan lama selama penyimpanan (Prabu, 2009).
 
Kadar pH pada Daging Sapi
Pada hewan potong, pH daging sesudah disembelih berkisar antara 6.7 – 8. Pada daging sapi dalam waktu 25 jam sesudah dipotong terjadi penurunan pH hingga 5.6 – 5.8 di dalam semua otot-otot (Resang, 1982). Buckle et al (1985) menyatakan bahwa pH rendah berada sekitar 5.1 – 6.1 menyebabkan daging mempunyai struktur terbuka, sedangkan pH tinggiberada sekitar 6.2 – 7.2 menyebabkan daging pada tahap akhir akan mempunyai struktur yang tertutup atau padat dan lebih memungkinkan untuk perkembangan mikroorganisme. Pemberian istirahat yang cukup pada ternak sebelum dipotong atau pemberian gula dalam pakan atau air minum dapat membangun glikogen urat daging, dapat memberikan pH akhir yang lebih rendah sehingga daya simpannya meningkat. Selanjutnya Soeparno (1994) menambahkan bahwa untuk produk awetan daging kering seperti dendeng yang mempunyai kadar air 15 – 20% pH-nya berkisar antara 4.5 – 5.1.
Soputan (2000) menyatakan nilai pH dendeng sapi giling lebih tinggi dari nilai pH dendeng daging sapi iris. Lebih tingginya nilai pH dendeng daging sapi giling disebabkan pengaruh pencampuran bumbu yang lebih sempurna pada daging sapi giling. Selanjutnya dinyatakan lamanya waktu penyimpanan pada suhu kamar menaikkan pH dendeng daging sapi. Naiknya nilai pH dendeng selama periode penyimpanan pada suhu kamar karena air yang terikat pada protein sudah mulai keluar sehingga jumlah air bebasnya meningkat yang berarti kondisi daging menjadi alkalis dan pH-nya naik (Soputan, 2000).
 
Mikroorganisme pada Daging
Menurut Frazier (1997), mikroorganisme yang terdapat dalam daging adalah khamir (yeast), jamur benang (mold), dan bakteri yang dapat merugikan atau membahayakan manusia yang mengkonsumsinya. Mikroorganisme yang merusak daging berdasarkan dari ternak hidup yang terinfeksi dan terkontaminasi. Awal kontaminasi pada daging berasal dari mikroroganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan jika alat-alat yang digunakan untuk mengeluarkan darah tidak steril.  Pembusukan daging disebabkan antara lain adanya penguraian bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri yang menghasilkan gas dan bau busuk. Kerusakan bahan pangan dapat disertai dengan perubahan komposisi. Proses dekomposisi daging dimulai setelah hewan mati. Jaringan-jaringan tersebut tidak begitu tahan lama terhadap kegiatan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kerusakan daging. Jamur dan bakteri dapat menguraikan karbohidrat, protein, dan lemak menjadi komponen yang lebih sederhana. Daging mulai membusuk apabila koloni bakteri sudah mencapai jumlah lebih dari 5 x 106 koloni bakteri per gram. Daging sapi bagian paha dalam keadaan segar mempunyai jumlah koloni bakteri log x sama dengan 5.98. Total jamur untuk bahan pangan tidak boleh lebih dari 104 – 107, selebihnya tidak memenuhi syarat. Setiap mikroba mempunyai suhu maksimal, optimal, dan juga minimal untuk pertumbuhannya. Suhu ketika suatu bahan makanan disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap jenis mikroba yang dapat tumbuh serta kecepatannya untuk pertumbuhan. Jamur dapat tumbuh pada suhu 25 – 37 0C dan di atas 37 0C. (Anonim, 20

Teknik Pemotongan pada Sapi Pengistirahatan Ternak
Ternak sebelum disembelih sebaiknya dipuasakan dahulu selama 12 sampai 24 jam. Ternak diistirahatkan mempunyai maksud agar ternak tidak stres, darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi agar proses rigormortis berjalan sempurna (Soeparno, 1992). Pengistirahatan ternak penting karena ternak yang habis dipekerjakan jika langsung disembelih tanpa pengistirahatan akan menghasilkan daging yang berwarna gelap yang biasa disebut dark cutting meat, karena ternak mengalami stress (Beef Stress Syndrome), sehingga sekresi hormon adrenalin meningkat yang akan menggangu metabolisme glikogen pada otot (Smith et al., 1978).
Pengistirahatan ternak dapat dilaksanakan dengan pemuasaan atau tanpa pemuasaan. Pengistirahatan dengan pemuasaan mempunyai maksud untuk memperoleh berat tubuh kososng (BTK = bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan isi saluran empedu) dan mempermudah proses penyembelihan bagi ternak agresif dan liar. Pengistirahatan tanpa pemuasaan bermaksud agar ketika disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan ternak tidak mengalami stress (Soeparno, 1992).
Pada saat ternak diistirahatkan juga dilaksanakan pemeriksaan sebelum penyembelihan (antemortem), yang meliputi kesehatan ternak, cidera atau tidaknya ternak dan bunting atau tidaknya ternak (Manual Kesmavet, 1992).
Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan yang dilakukan sebelum hewan disembelih. Petugas pemeriksaan antemortem adalah dokter hewan. Dokter hewan inilah yang berhak menentukan apakah hewan dapat dipotong atau tidak. Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan hewan sebelum disembelih. Adapun tujuan pemeriksaan antemortem antara lain :
a.     Memperoleh ternak yang cukup sehat.
b.     Menghindari pemotongan hewan yang sakit/abnormal.
c.      Mencegah atau meminimalkan kontaminasi pada alat, pegawai dan karkas.
d.     Sebagai bahan informasi bagi pemeriksaan postmortem.
e.     Mencegah penyebaran penyakit zoonosis.
f.       Mengawasi penyakit tertentu sesuai dengan undang-undang. (Anonim, 2009).

 

Prosessing Karkas Sapi
Setelah sapi lolos pada pemeriksaan pre-mortem oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk, melalui proses regristasi dan dinyatakan memenuhi syarat, maka sapi dibawa masuk ke ruang persiapan penyembelihan untuk melalui prosesing penyembelihan (Manual Kesmavet, 1992).

1.      Pemingsanan (Stunning)

Pemingsanan dilaksanakan dengan alasan untuk keamanan, menghilangkan rasa sakit sesedikit mungkin pada ternak (Blakely dan Bade, 1992), memudahkan pelaksanaan penyembelihan dan kualitas kulit dan karkas yang dihasilkan lebih baik (Soeparno, 1992).
Pemingsanan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan alat pemingsan knocker, senjata pemingsan stunning gun, pembiusan dan arus listrik (Soeparno, 1992). Alat yang sering digunakan adalah captive bolt, yaitu suatu tongkat berbentuk silinder selongsong kosong yang mempunyai muatan eksplosif yang ditembakkan oleh suatu tekanan pada kepala sapi (Blakely dan Bade, 1992).
Alat pemingsan diarahkan pada bagian titik tengan tulang kening kepala sapi sedikit dia atas antara kedua kelopak mata, sehingga peluru diarahkan pada bagian otak. Peluru yang ditembakkan akan mengenai otak dengan kecepatan tinggi, sehingga sapi menjadi pingsan (Soeparno, 1992).

2.      Penyembelihan

Penyembelihan hewan potong di Indonesia harus menggunakan metode secara Islam (Manual Kesmavet, 1992). Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan menurut syariah. Penyembelihan dilaksanakan dengan memotong mari’ (kerongkongan), hulqum (jalan pernapasan) dan dua urat darah pada leher (Nuhriawangsa, 1999).
Hewan yang telah pingsan diangkat pada bagian kaki belakang dan digantung (Blakely dan Bade, 1992). Pisau pemotongan diletakkan 45 derajat pada bagian brisket (Smith et al., 1978), dilakukan penyembelihan oleh modin dan dilakukan bleeding, yaitu menusukan pisau pada leher kearah jantung (Soeparno, 1992).
Posisi ternak yang menggantung menyebabkan darah keluar dengan sempurna (Blakely dan Bade, 1992).

3.      Pengulitan

Pengulitan dimulai setelah dilakukan pemotongan kepala dan ke empat bagian kaki bawah (Smith et al., 1978). Pengulitan bisa dilakukan di lantai, digantung dan menggunakan mesin (Soeparno, 1992).
Pengulitan diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada dan bagian perut. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam kaki, dan kulit dipisahkan mulai dari ventral ke arah punggung tubuh (Soeparno, 1992) dan diakhiri dengan pemotongan ekor (Smith et al., 1978).

4.      Eviserasi

Menurut Smith et al. (1978) proses eviserasi bertujuan untuk mengeluarkan organ pencernaan (rumen, intestinum, hati, empedu) dan isi rongga dada (jantung, eshophagus, paru, trachea).
Tahap-tahap eviserasi menurut Soeparno (1992) dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:
1.    Rongga dada dibuka dengan gergaji melalui ventral tengah tulang dada.
2.    Rongga abdominal dibuka dengan membuat sayatan sepanjang ventral tengah abdominal.
3.    Memisahkan penis atau jaringan ambing dan lemak abdominal.
4.    Belah bonggol pelvic dan pisahkan kedua tulang pelvic.
5.    Buat irisan sekitar anus dan tutup dengan kantung plastik.
6.    Pisahkan eshophagus dari trakhea.
7.    Keluarkan kandung kencing dan uterus jika ada.
8.    Keluarkan organ perut yang terdiri dari intestinum, mesenterium, rumen dan bagian lain dari lambung serta hati dan empedu.
9.    Diafragma dibuka dan keluarkan organ dada (pluck) yang terdiri dari jantung, paru-paru dan trakhea.

Organ ginjal tetap ditinggal di dalam badan dan menjadi bagian dari karkas. Eviserasi dilanjutkan dengan pemeriksaan organ dada (Smith et al., 1978), organ perut dan karkas untuk mengetahui apakah karkas diterima atau ditolak untuk dikonsumsi manusia (Blakely dan Bade, 1992).

5.      Pembelahan

Pembelahan dilaksanakan dengan membagi karkas menjadi dua bagian sebelah kanan dan kiri dengan menggunakan gergaji tepat pada garis tengah punggung. Karkas dirapikan dengan melakukan pemotongan pada bagian-bagian yang kurang bermanfaat dan ditimbang untuk memperoleh berat karkas segar (Soeparno, 1992). Pemotongan dilaksanakan untuk menghilangkan sisa-sisa jaringan kulit, bekas memar, rambut dan sisa kotoran yang ada (Smith et al., 1978).
Karkas agar lebih baik kualitasnya, maka disemprot air dengan tekanan tinggi dan dilanjutkan dengan dicuci air hangat yang dicampur garam (Smith et al., 1978), dan dibungkus dengan kain putih untuk merapikan lemak subkutan (Soeparno, 1992).

6.      Pendinginan / Pelayuan

Karkas ditimbang diberi label dan disimpan pada suhu 28 sampai 32oF pada ruang pendingin agar dingin dengan berkurangnya panas tubuh dengan waktu 12 sampai 24 jam. Karkas kemudian dimasukan dalam ruang pendingin dengan suhu 32 sampai 34oF untuk penyimpanan berikutnya (Smith et al., 1978).
Pendinginan dilakukan pada suhu 2oC selama 24 jam untuk persiapan pemeriksaan kualitas karkas (grading). Karkas disayat pada posisi antara tulang rusuk ke-12 dan ke-13 untuk membuka loin eye, dan dilakukan penilaian untuk menentukan grade karkas.

Potongan pada Karkas Sapi
Menurut Soeparno (1992) potongan primal karkas sapi dari potongan setengah dibagi lagi mennjadi potongan seperempat, yang meliputi:
Potongan seperempat bagian depan yang terdiri dari bahu (chuck) termasuk leher, rusuk, paha depan, dada (breast) yang terbagi menjadi dua, yaitu dada depan (brisket) dan dada belakang (plate).
Bagian seperempat belakang yang terdiri dari paha (round), dan paha atas (rump), loin yang terdiri sirloin dan shortloin, flank beserta ginjal dan lemak yang menyeliputinya.
Pemisahan bagian karkas seperempat depan dan seperempat belakang dilakukan diantara rusuk 12 dan 13 (rusuk terakhir diikutkan pada seperempat belakang). Cara pemotongan primal karkas adalah sebagai berikut: hitung tujuh vertebral centra kearah depan (posisi karkas tergantung ke bawah), dari perhubungan sacralumbar. Potong tegak lurus vertebral column dengan gergaji. Pisahkan bagian seperempat depan dari seperempat belakang dengan pemotongan melalui otot-otot intercostals dan abdominal mengikuti bentuk melengkung dari rusuk ke-12. Pisahkan bagian bahu dari rusuk dengan memotong tegak lurus melalui vertebral column dan otot-otot intercostals atau antara rusuk ke-5 dan ke-6. Pisahkan rusuk dari dada belakang dengan membuat potongan dari anterior ke posterior. Pisahkan bahu dari dada depan dengan memotong tegak lurus rusuk ke-5, kira-kira arah proksimal terhadap tulang siku (olecranon). Paha depan juga dapat dipisahkan (Soeparno, 1992).
Cara pemotongan primal karkas seperempat belakang diawali dengan memisahkan ekses lemak dekat pubis dan bagian posterior otot abdomianal. Pisahkan flank dengan memotong dari ujung distal tensor fascialata, anterior dari rectus femoris ke arah rusuk ke-13 (kira-kira 20 cm dari vertebral column). Pisahkan bagian paha dari paha atas dengan memotong melalui bagian distal terhadap ichium kira-kira berjarak 1 cm, sampai bagian kepala dari femur. Pisahkan paha atas dari sirloin dengan potongan melewati antara vertebral sacral ke-4 dan ke-5 dan berakhir pada bagian ventral terhadap acetabulum pelvis. Sirloin dipisahkan dari shortloin dengan suatu potongan tegak lurus terhadap vertebral column dan melalui vertebral lumbar antara lumbar ke-5 dan ke-6 (Soeparnpo, 1992).

Penilaian Karkas Sapi
Penetapan peringkat karkas sapi ditetapkan berdasarkan pada kualitas dan palatabilitas daging dan jumlah atau hasil potongan-potongan dagingnya (Blakely dan Bade, 1992). Peringkat kualitas karkas menurut USDA terdiri dari Prime, Choice, Good, Standart, Commercial, Utility dan Cutter. Penilaian karkas menurut USDA juga bisa didasarkan pada nilai perdagingan karkas (Yield grade) dengan nilai 1 sampai 5 (Smith et al., 1978). 
Penilaian karkas menurut USDA (United State Departement of Agriculture) didasarkan pada:
ü  Kualitas karkas (carcass quality) dengan melihat kedewasaan ternak (umur ketika dipotong), susunan daging, tekstur daging dan perlemakan marbling.
ü  Potongan-potongan daging (cutability) dengan melihat berat karkas, luas area ribeye, jumlah persentase lemak internal dan ketebalan lemak eksternal (Smith et al., 1978).
Kedewasaan ternak diukur berdasarkan bentuk dan proses penulangan serta warna dan tekstur daging tak berlemak. Perlemakan dengan melihat penyebaran lemak di dalam otot pada lokasi antara tulang rusuk ke-12 dan ke-13. Tekstur dan warna daging tidak berlemak juga ditentukan nilainya pada tulang rusuk ke-12 dan ke-13 (Blakely dan Bade, 1992). Penentuan warna daging, kekerasan daging, tekstur daging, jumlah marbling, distribusi marbling dan tektur marbling dengan menggunakan angka skor 1 sampai 8 dengan keterangan tertentu (Smith et al., 1978).
Berat karkas ditentukan dengan menimbang berat karkas segar atau karkas beku yang dikalikan 102%. Ketebalan lemak eksternal diukur dengan melihat ketebalan lemak pada daging ribeye (Gambar 17). Luas area ribeye dengan mengukur luas penampang daging pada ribeye dengan menempelkan pada plastik dengan skala kotak-kotam 0,1 inci (Gambar 8). Presentase lemak internal dengan melihat jumlah lemak ginjal, pelvis dan jantung pada berat karkas segar dikalikan 100% (Smith et al., 1978).
Nilai perdagingan karkas (Yield grade) dihitung dengan menggunakan persamaan menurut USDA, yaitu: 2,50 + (2,50 x tebal lemak punggung dalam inci) + (0,20 x % lemak internal) + (0,0038 x berat karkas dalam lbs) – (0,32 x luas area LD atau ribeye dalam inci2). Hasil perhitungan dibulatkan ke bawah, misal 1,69 dibulatkan menjadi 1,0, nilai tersebut menunjukkan peringkat Yield grade (Swatland, 1984).

Pengangkutan Daging
Saat pengangkutan, daging segar harus tetap dijaga dalam kondisi dingin. Kondisi karkas harus bersih, digantung dan didinginkan hingga 0° C sesaat sebelum pengangkutan. Kendaraan tidak boleh mengangkut barang lain selain daging segar tersebut. Pendinginan bisa berasal dari injeksi nitrogen cair (N2) maupun carbon-dioxide (CO2) yang di pancarkan dari kompartemen tertentu (FAO, 1991).
Abuska (2006) melaporkan praktek-praktek yang serupa di Kabupaten Garu-Tempane, transportasi dari RPH menuju tempat penjualan dengan menggunakan sepeda motor dan sepeda (33%). Cara lainnya dengan kendaraan truk, sepeda motor, sepeda, dan dipanggul bahu oleh penjual daging. Sepeda, baskom dan truk terutama selalu terlihat bekas noda darah dari daging sebelum diangkut, dan inilah berpotensi kontaminasi daging segar. Metode yang paling umum untuk mencegah kontaminasi daging dengan menggunakan polietilen (46%) untuk menutupi daging.Praktek ini sudah umum dilakukan selama periode cuaca dingin. Metode lain untuk mencegah kontaminasi daging daging menutupi dengan karung pupuk yang digunakan (32%), membakar asap dan panas akan mengusir lalat (6%), meliputi daging dengan dokumen semen yang digunakan (6%) dan menutupi dengan lembaran polietilen dan tas yang digunakan pupuk (10%). Ditemukan bahwa bahan yang sama digunakan setiap hari tanpa pembersihan yang tepat. Bahan-bahan ini selalu terlihat dengan noda darah penggunaan sebelumnya dan, oleh karena itu, bukannya mencegah kontaminasi, bahkan sangat potensial menjadi sumber kontaminan.
 
Penyimpanan Daging
Daging segar rentan terkontaminasi bakteri penyebab kerusakan. Kadar air yang tinggi serta kandungan gizi lengkap di dalamnya memang menjadi media ‘lezat’ untuk pertumbuhan mikroba. Karenanya, jangan biarkan daging sapi segar berada di suhu ruang selama lebih dari 2 jam.
Bekukan daging sapi untuk memperpanjang umur simpannya. Sebelumnya, potong-potong daging dalam porsi sekali masak, lalu masukkan ke dalam plastik atau wadah tertutup rapat. Simpan dalam freezer atau lemari es bagian daging (chiller). Tujuannya, agar daging tidak kehilangan nilai gizinya akibat terlalu sering keluar-masuk lemari pendingin.

PENUTUP

Daging segar rentan terkontaminasi bakteri penyebab kerusakan. Kadar air yang tinggi serta kandungan gizi lengkap di dalamnya memang menjadi media ‘lezat’ untuk pertumbuhan mikroba. Karenanya, jangan biarkan daging sapi segar berada di suhu ruang selama lebih dari 2 jam.
Bekukan daging sapi untuk memperpanjang umur simpannya. Sebelumnya, potong-potong daging dalam porsi sekali masak, lalu masukkan ke dalam plastik atau wadah tertutup rapat. Simpan dalam freezer atau lemari es bagian daging (chiller). Tujuannya, agar daging tidak kehilangan nilai gizinya akibat terlalu sering keluar-masuk lemari pendingin.
            Saat pengangkutan, daging segar harus tetap dijaga dalam kondisi dingin. Kondisi karkas harus bersih, digantung dan didinginkan hingga 0° C sesaat sebelum pengangkutan. Kendaraan tidak boleh mengangkut barang lain selain daging segar tersebut. Pendinginan bisa berasal dari injeksi nitrogen cair (N2) maupun carbon-dioxide (CO2) yang di pancarkan dari kompartemen tertentu (FAO, 1991)

Komentar

Postingan Populer